Di dalam kehidupan, kita tidak terlepas
dengan yang namanya bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi.
Terlebih bahasa adalah hal yang terbaik dalam menunjukkan identitas
kultur suatu bangsa. Bahasa Indonesia, simbol kesatuan bangsa, pengikat
tali persaudaraan bangsa, dan pemersatu di antara keanekaragman bangsa.
Bahasa Indonesia, tanda persatuan bangsa dari sabang sampai marauke
wujud keseragaman bangsa yang selalu di hormati, dihargai, dan dihayati
keberadaannya.
Asal mula bahasa Indonesia diambil dari
bahasa melayu karena bahasa Melayu memiliki kekuatan untuk merangkul
kepentingan bersama sehingga untuk dipakai di Nusantara. persebarannya
juga luas karena bahasa Melayu dihidupi oleh para pelaut pengembara dan
saudagar yang merantau ke mana-mana. Bahasa itu adalah bahasa
perhubungan yang berabad-abad tumbuh di kalangan penduduk Asia Selatan
selain itu bahasa melayu merupakan bahasa yang mudah dipelajari.
Dari sudut pandang linguistik ,bahasa
Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa melayu abad ke-19
dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai
bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan. Kemudian di Kongres Pemuda I tahun 1926, bahasa Melayu
menjadi wacana untuk dikembangakan sebagai bahasa dan sastra Indonesia.
sejak awal abad ke-20 Penamaan Pada Kongres Pemuda II 1928, diikrarkan
bahasa persatuan Indonesia dalam Sumpah Pemuda Kami putra dan puteri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah harta bangsa,
yang akan selalu dijaga keberadaannya. Lantas masihkah kita akan terus
peduli untuk menjaga harta bangsa ini ditengah maraknya hembusan gairah
mempelajari bahasa asing di zaman modernisasi ini, penyerapan budaya
asing sangat mudah terserap, dengan demikian maka perlu adanya
penyaringan terhadap budaya asing yang akan dianggap sebagai nilai yang
pantas atau tidak pantas bagi bangsa Indonesia.
Mempelajari bahasa asing bukanlah sebuah
hal yang dilarang, tetapi pada kenyataannya kita memang perlu
mengetahuinya. Pengetahuan itu jangan sampai menjadikan bahasa persatuan
bangsa Indonesia tersisihkan oleh bahasa asing. Akan tetapi, buatlah
segala apa yang kita ketahui membentuk pola yang sempurna dalam mengenal
dunia di zaman globalisasi saat ini. Bahasa Indonesia tidak akan hancur
maupun sirna, tapi akan terus ada selama anak bangsa menghormati
keberadaannya, melestarikan, dan menjaga keutuhan simbol persatuan
bangsa.
Sejak dikumandangkannya Sumpah Pemuda
pada Konggres Pemuda II, Bahasa Indonesia menjadi alat pemersatu bangsa
kita dan sekaligus alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang
efektif. Moh. Yamin sebagai penggagas saat itu memandang perlunya sebuah
bahasa yang dapat dipakai sebagai identitas, alat komunikasi yang
dipahami oleh sebagian besar bangsa di Indonesia. Sebuah alat menyatukan
perjuangan melawan ketidak-adilan.
Berasal dari Bahasa Melayu Riau dalam
berbagai ragam bahasa melayu yang akhirnya terpakai dengan nama Bahasa
Indonesia. Hanya ada dua bahasa menurut Moh. Yamin yang mempunyai latar
belakang yang kuat untuk dijadikan bahasa persatuan. Bahasa Jawa dengan
kerumitan tingkatannya tetapi banyak dipakai oleh banyak orang dan
Bahasa Melayu yang sederhana karena tidak mengenal tingkatan tetapi
hanya dipakai oleh sebagian kecil masyarakat.
Pemimpin bangsa pada waktu itu memang
tengah benar-benar mengesampingkan sebuah kepentingan pribadi, golongan
dan daerah untuk kepentingan bersama yang lebih besar. Indonesia
memiliki suku bangsa yang terbanyak di dunia. Yaitu terdapat lebih dari
740 suku bangsa atau etnis. Dengan bahasa daerah 583 bahasa dan dialek
dari 67 bahasa induk. Kondisi yang menjadikan sebuah kerentanan terhadap
perpecahan perjuangan terbentang lebar. Dan tentu saja penjajah akan
menjadi kian lama bercokol di bumi nusantara. Oleh karena diperlukan
alat pemersatu dalam berjuang.
Begitu tepat guna para pejuang
kemerdekaan menjadikan bahasa sebagai alat perjuangan. Sehingga 17 tahun
sesudah Konggres Pemuda II, Bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya
sebagai bangsa yang pertama kali merdeka usai perang dunia II. Dan tidak
dalam waktu yang lama, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, Bahasa
Indonesia disyahkan dalam UUD 45 sebagai Bahasa Negara. Bukan seperti
bangsa lain yang kebanyakan mewarisi bahasa yang dipakai penjajahnya.
Meski pada saat itu bangsa kita sudah banyak yang menguasai Bahasa
Belanda. Tetapi tidak ada wacana sedikitpun untuk memakai Bahasa Belanda
sebagai identitas bangsa.
Era kemerdekaan ini fungsi Bahasa sebagai
alat permesatu dan identitas bangsa kian terkikis. Keadaan yang justru
terkesan terbalik dengan era perjuangan dahulu. Tidak mengherankan jika
aroma persatuan tidak muncul. Bangsa kita menjadi tidak terlihat sebagai
bangsa Indonesia sendiri karena bahasa Indonesia yang tersisih.
Berbagai peristiwa akibat perbedaan menjadi sering terjadi. Seharusnya
bangsa kita akan lebih bisa menggunakan alat persatuan ini, untuk
menyatukan semua elemen bangsa dalam situasi tanpa cengkraman penjajah.
Pemakaian bahasa asing atau bahasa prokem
menjadi tidak terbendung. Bahasa-bahasa ini tumbuh mendahului Bahasa
Indonesia yang berjalan di tempat. Kamus dan karya sastra dengan bahasa
prokem laku terjual laris di pasaran. Menunjukan gambaran kaum muda,
generasi bangsa kita lebih terbawa arus gaya dan gengsi. Takut dikatakan
kuno dan ketinggalan, mereka terus mengikuti perkembangan bahasa prokem
tetapi tidak mengikuti perkembangan bahasa Indonesia. Karya sastra
bahasa Indonesia tersimpan rapat tanpa ada yang membacanya.
Media televisi juga sepertinya menjadi
daya dukung yang besar dalam hal ini. Banyak dari figur masyarakat yang
berprofesi artis mengeluarkan istilah-istilah yang merancu pada bahasa
baku. Artis-artis berdarah keturunan atau pribumi yang tidak lancar
berbahasa Indonesia ditiru segala tata bahasa atau dialeknya. Kadang
tidak bisa dimengerti arti yang diucapkan tetapi dianggap baik. Bahasa
Indonesia carut-marut masuk dalam sisi kehidupan kita setiap menit di
setiap hari kita.
Agaknya memang gejala ini tidak hanya
terjadi pada generasi muda kita. Para pemimpin bangsa kita pun sekarang
sudah banyak membawa pengaruh kearah berbahasa yang semrawut.
Istilah-istilah asing yang sulit kita mengerti sering diperdengarkan.
Sepertinya banyak dari mereka terjebak anggapan bahwa penguasaan bahasa
asing adalah cerminan dari intelektual seseorang. Sehingga mereka lebih
sering memperlihatkan kecermerlangan otak mereka dengan mencampur bahasa
Indonesia dengan istilah-istilah bahasa Asing.
Tidak berhenti sampai di situ saja di
dalam dunia kerja, banyak sekali lowongan-lowongan pekerjaan yang
mencantumkan ketentuan-ketentuan yang lebih mengedepankan penguasaan
bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Kenapa? Apakah bahasa Asing
lebih mencerminkan isi otak dan kehidupan berbangsa? Apakah untuk
kemajuan perusahaan lebih ditentukan oleh seorang yang menguasai bahasa
asing atau seorang yang mempunyai nasionalisme dengan memakai bahasa
Indonesia?
Pertanyaan-pertanyaam di atas mungkin
sama dengan pertanyaan sebagian besar bangsa kita. Jarang penguasaan
bahasa Indonesia itu dikedepankan dalam syarat dan ketentuan lapangan
kerja. Dan pengusaha pribumi sepertinya juga latah dengan menerapkan hal
yang sama pada perusahaannya. Sarjana yang mempunyai kesempatan belajar
di luar menjadi diburu tanpa melihat nasib identitas bangsa dalam
berbahasa.
Tidak dipungkiri jika era global
menjadikan semua segala pengaruh budaya dari luar mudah untuk masuk
diserap oleh elemen bangsa ini. Tidak terkecuali dengan bahasa
Indonesia. Proses penyerapan memang diperlukan untuk memperkaya istilah
yang tidak cukup terwakilkan dengan tepat dalam bahasa Indonesia. Tetapi
selama itu masih bisa memakai bahasa Indonesia kenapa harus memakai
bahasa asing. Dan jika alat pemersatu ini terus kita pelihara dan kita
pakai dengan benar maka ia juga akan berfungsi dengan baik. Tidak
tersisihkan dari kehidupan berbangsa kita.
Sumber referensi :
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ELH32HhMLnwJ:pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/blog/attachments/463/Maklh_Semnas_Dies_UNS_XXXIV.doc+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjjdnzqd18udM2d0TI5tSXYGGkhcPIZL54z3pGlw7Cv1plufQzRPONlJxv_HFDU4c3Y9wNgpWqPskQPs_0baTqnmhzF40FzIfYjNdUk_cXuqhIW3-9oRVwgVKTCqeUXFi4pkRhL&sig=AHIEtbT-rKb9rrDsL6se9WVE9leX-mDu5Q
Tidak ada komentar:
Posting Komentar